Adalah seekor
keledai yang diusir oleh tuannya, padahal dia sudah bekerja untuk tuannya itu
selama bertahun-tahun.
“Kau sudah tua,
tidak berguna lagi untukku. Enyahlah dari sini!”
Si keledai sakit
hati. Dia pergi mengadu nasib di kota Bremen. Dia mendengar kabar bahwa
walikota Bremen sedang mencari penyanyi untuk orkes kota.
Di jalan, ia bertemu
dengan anjing, kucing dan ayam jago. Ketiganya berkata bahwa mereka pun diusir
oleh tuannya masing-masing setelah bekerja bertahun-tahun. Ketiga binatang
itupun bermaksud pergi ke Bremen.
Keempat binatang itu
sepakat untuk bekerja sama. Mereka sama-sama senang menyanyi. Anjing punya
suara bas yang dalam. Kucing punya suara baritone, sedangkan ayam jago suara
tenor yang jernih. Maka berangkatlah keempat binatang itu. Tapi kota Bremen
jauh sekali. Ketika malam tiba, mereka masih berada di dalam hutan.
Di kejauhan mereka
melihat ada cahaya. Samar- samar di sela-sela lebatnya pepohonan. Segera mereka
menuju ke sana. Ternyata cahaya itu berasal dari sebuah pondok. Keledai
mengintip dari jendela. Apa yang dilihatnya membuatnya gemetar ketakutan. Di
dalam, duduk mengelilingi meja yang penuh hidangan lezat, ada beberapa orang
penyamun bertampang seram, lengkap dengan senjatanya.
Binatang-binatang
itu sangat lapar dan capek. Sayang kalau kesempatan baik itu dilewatkan begitu
saja. Mula-mula keledai meletakkan kaki depannya di ambang jendela. Lalu anjing
naik ke punggungnya. Kucing naik ke punggun anjing, dan ayam jago naik ke
punggung kucing.
Dalam cahaya suram,
keempat binatang itu Nampak seperti sesosok makhluk yang menyeramkan,
lebih-lebih ketika mereka mulai bernyanyi.
Penyamun-penyamun
itu mengira ada setan datang membuntuti mereka. Tunggang langgang mereka
melarikan diri.
Dengan puas keempat
binatang itu duduk mengelilingi meja makan. Piring-piring makanan yang lezat
segera menjadi licin tandas. Setelah kenyang keempat binatang itu tidur pulas.
Malam makin larut.
Para penyamun kedinginan. Lewat tengah malam mereka mengendap-endap mendekati
pondok. Yang paling berani diantara mereka masuk ke dalam.
Dalam pondok yang
gelap, penyamun itu mengira ada dua cawan menyala. Padahal yang dilihatnya
adalah sepasang mata kucing. Dia mendekat karena ingin tahu. Tak sengaja
kakinya menendang si kucing. Kucing melompat marah dan mencakar wajah si
penyamun.
Waktu berbalik dan
bermaksud hendak melarikan diri, terinjak olehnya anjing yang sedang tidur.
Plak! Kaki anjing menendangnya. Lepas dari tempelengan anjing, dia menubruk
keledai yang kemudian menyepaknya dengan kaki belakang. Mendengar hal itu, ayam
jago terbangun dan berkokok keras-keras.
Sekarang
penyamun-penyamun itu yakin, pondok mereka memang telah dihuni setan. Mereka
tidak mau lagi tinggal di sana.
Keesokan harinya,
keempat binatang itu memeriksa gudang bawah tanah dan menemukan banyak sekali
harta curian yang di simpan di sana. Sejak itu mereka hidup senang meskipun
batal menjadi penyanyi di kota Bremen.
Komentar
saiya: Dongeng ini termasuk fabel karena menjadikan hewan sebagai tokoh utama.
Ceritanya cukup mendidik, karena digambarkan bahwa kita tidak boleh menyerah
dan harus menggunakan akal jika ingin memperoleh kemenangan, seperti yang
dilakukan oleh kuda dan kawan-kawannya ketika menghadapi penyamun.
Ada
juga pesan tersirat yang mengajarkan kita agar tidak lupa kacang pada kulitnya
seperti yang dilakukakan oleh pemilik hewan yang mengabaikan peliharaannya
ketika si peliharaan sudah tidak bisa lagi dimanfaatkan.
0 comments:
Post a comment